Sabtu, 01 Desember 2012

Postcard Koes Ploes


Era Orde Lama


Grup yang berasal dari Kelurahan Sendangharjo, Tuban, Jawa Timur ini merupakan alumnus SMK Negeri 1 Tuban dan pada akhirnya menjadi pelopor musik pop dan rock 'n roll, bahkan pernah dipenjara karena musiknya yang dianggap mewakili aliran politik kapitalis. Di saat itu sedang garang-garangnya gerakan anti kapitalis di Indonesia.

Pada Kamis 1 Juli 1965, kakak beradik Tony, Yon, dan Yok Koeswoyo ditangkap oleh sepasukan tentara dari Komando Operasi Tertinggi (KOTI). Kemudian mereka dikurung di penjara Glodok. Tak berapa lama setelah itu datanglah ke penjara : Nomo Koeswoyo untuk bergabung dengan saudara-saudaranya di penjara. Itu atas kesadarannya sendiri.

Mereka dituduh bersalah karena selalu memainkan lagu - lagu The Beatles yang dianggap meracuni jiwa generasi muda saat itu.

Mereka dianggap memainkan musik "ngak ngik ngok" ; istilah Bung Karno terhadap musik dari Barat. Didalam penjara itu Koes Bersaudara justru produktif mencipta lagu-lagu yang menarik, seperti : "Didalam Bui", "jadikan aku dombamu", "to the so called the guilties", dan "balada kamar 15".

Tanggal 29 September 1965, sehari sebelum meletus G 30 S-PKI, mereka dibebaskan tanpa alasan yang jelas.
Koes Ploes dibentuk pada tahun 1969, sebagai kelanjutan dari kelompok “Koes Bersaudara”.

Dari Koes Bersaudara menjadi Koes Plus

Dari kelompok Koes Bersaudara ini lahir lagu-lagu yang sangat populer seperti “Bis Sekolah”,“ Di Dalam Bui”, “Telaga Sunyi”, “Laguku Sendiri” dan masih banyak lagi. Satu anggota Koes Bersaudara, Nomo Koeswoyo keluar dan digantikan Murry sebagai drummer. Walaupun penggantian ini awalnya menimbulkan masalah dalam diri salah satu personalnya yakni Yok yang keberatan dengan orang luar. Nama Bersaudara seterusnya diganti dengan Plus, artinya plus orang luar: Murry.

Sebenarnya lagu-lagu Koes Bersaudara lebih bagus dari segi harmonisasi ( seperti lagu “Telaga Sunyi”, “Dewi Rindu” atau “Bis Sekolah”) dibanding lagu-lagu Koes Plus. Saat itu Nomo, selain bermusik juga mempunya pekerjaan sampingan. Sementara Tonny menghendaki totalitas dalam bermusik yang membuat Nomo harus memilih.

Akhirnya Koes Bersaudara harus berubah. Kelompok Koes Plus dimotori oleh almarhum Tonny Koeswoyo (anggota tertua dari keluarga Koeswoyo). Koes Plus dan Koes Bersaudara harus dicatat sebagai pelopor musik pop di Indonesia. Sulit dibayangkan sejarah musik pop kita tanpa kehadiran Koes Bersaudara dan Koes Plus.
.

Tradisi membawakan lagu ciptaan sendiri adalah tradisi yang diciptakan Koes Bersaudara. Kemudian tradisi ini dilanjutkan Koes Plus dengan album serial volume 1, 2 dan seterusnya. Begitu dibentuk, Koes Plus tidak langsung mendapat simpati dari pecinta musik Indonesia. Piringan hitam album pertamanya sempat ditolak beberapa toko kaset. Mereka bahkan mentertawakan lagu “Kelelawar” yang sebenarnya asyik itu.

Kemudian Murry sempat ngambek dan pergi ke Jember sambil membagi-bagikan piringan hitam albumnya secara gratis pada teman-temannya. Dia bekerja di pabrik gula sekalian main band bersama Gombloh dalam grup musik Lemon Trees. Tonny Koeswoyo kemudian menyusul Murry untuk diajak kembali ke Jakarta.

Baru setelah lagu “Kelelawar” diputar di RRI orang lalu mencari-cari album pertama Koes Plus. Beberapa waktu kemudian lewat lagu-lagunya “Derita”, “Kembali ke Jakarta”, “Malam Ini”, “Bunga di Tepi Jalan” hingga lagu “Cinta Buta”, Koes Plus mendominasi musik Indonesia waktu itu.

Postcard Koes Ploes

TERJUAL
SUDAH TERJUAL